Tegalbang pasti sudah tak asing lagi di
telinga para penduduk Tuban khususnya daerah pesisir. Memang bukan daerah
pesisir pantai utara (pantura) tapi, desa yang terkenal dengan tanah merahnya
ini terletak sekitar ± 200 m dari keramaian jalan Tuban – Gresik.
Tegalbang (tegal abang) tegal, yang terlintas
difikiran kalian pasti tanaman jagung, kacang, kedelai dan berbagai tumbuhan
lainnya. Ya, memang tak salah sepanjang perjalanan, saya disuguhi dengan
pemandangan di kanan kiri terbentang tinggi para jagung-jagung dan yang pendek-pendek
si kacang yang siap di panen oleh sang pemilik. Mungkin juga sih.
Dengan suguhan pemandangan sore itu membuat
saya sedikit mengantuk di atas Honda beat biru yang saya naiki, ehem ngantukan,.
Sudahlah lupakan dan ingat saya ini di bonceng teman tentunya bukan kekasih atau
tunangan, ups single.
Saat saya sampai di tempat tujuan saya, lebih
tepatnya di rumah bapak Suntono warga sekitar biasa memanggil dengan sebutan
mbah mudin ya, memang yang saya temui kali ini mbah mudin atau pemuka agama di
desa Tegalbang, maka, tak heran jika kediaman mbah mudin berdekatan dengan
musholah.
Allahhu Akbar.. Allahhu Akbar… suara takbir
berkumandang bukan mau idul fitri, ini takbir sholat ashar, sore itu yang
berkumandang di musholah suara seorang anak kecil, terlihat ramai disekitar
musholah., si kurcil-kurcil yang bersarung dan perpeci putih dan juga
kurcil-kurcil berjubah ungu dan berkerudung putih yang siap melaksanakan sholat
ashar dan setelahnya mengaji bersama tentunya. Karena memang ternyata setelah
sholat ashar jadwal mereka belajar mengaji.
Saya ikut berhenti sejenak mendengar panggilan
sholat ashar dan saya pun ikut melaksanakan rukun islam saya yang ke-2.Usai
melaksanakan kewajiban, saya bergegas ke kediaman mbah mudin, biar ndak
kehilangan. Seperti aku kehilanganmu, hiks.
Bukan seperti yang terlintas pada fikiran
saya, yang saya fikirkan sebutan mbah mudin itu seperti mbah-mbah lainnya, mbah
saya juga. Mbah yang sudah beruban, dan ternyata saya salah besar bahkan belum
ada satu ubanpun yang terlihat di tumpukan rambutnya dan bahkan umurnya masih
45 tahun.
Tak terasa saya sudah duduk dikursi berkayu
jati dan di depan mata sudah tersuguh pastinya tercium aroma teh melati, bukan
teh botol sosro.
“ tradisi di sisni banyak, tapi yo wes bar nduk”
tutur beliau sambil menyeruput kopi pahitnya.
Satu kalimat pembuka dari mbah mudin yang
membuat saya langsung kecewa, tentu karena saya tak bisa mengikuti berbagai
macam tradisi entah apalah itu. Belum saya dengar dari cerita beliau. Tak lama
kemudian akhirnya dengan senang hati si mbah menceritakan panjang kali lebar
kepada saya tentang tradisi-tradisi yang dilaksanakan rutin tiap tahunnya di
desa tegalbang.
Manganan, itu sebutan mereka. Manganan berarti
makan-makan dalam satu tempat dengan diikuti banyak orang, dan tentunya tak
hanya ada makanan saja tapi juga ada beberapa hiburan.
Manganan ada 2 macam, yang pertama manganan
keagamaan dan yang kedua mangan sekedar hiburan kejawen. Untuk manganan keagamaan
pun ada 2 macam juga yang pertama di makam umum, makam yang pertama terletak di
dusun krajan indah desa tegalbang sedangkan makam yang kedua terletak di dusun Banjar
Sari. Masyarakat biasa menyebutnya dengan makam mbah banci, entahlah siapa dulu
yang banci saya juga tak menanyakan itu.
Kemudian manganan keagamaan yang kedua yakni
ditempat pemakaman para ulama’ yang ada di desa tegalbang, makam ulama ini pun
ada 2 yang pertama makam mbah Jalangas, dan yang kedua makam mbah Ahmad
Syarifuddin.
Kemudian manganan yang sekedar untuk hiburan
sekaligus menandakan rasa berterima kasih masyarakat kepada Yang Maha Esa,
mereka mamperingati manganan di 2 tempat yang pertama di sumur murono dan sumur
lor.
Rutin tiap tahunnya masyarakat melaksanakan
tradisi yang mereka dapat dari kakek neneknya. Untuk runtutan acara manganan
ini di mulai dari manganan di tempat mbah jalangas, pelaksanaannya biasanya
pada bulan april. Kemudian, dilanjut manganan di sumur lor, lalu di sumur gede
untuk pelaksanan manganan di sumur gede ini biasanya sebelum sebelum
datangannya bulan ramadhan, namun kata mbah mudin itu juga tergantung situasi
di desa.
Kemudian manganan yang ke empat di tempat
makam mbah banji, lalu dilanjutkan manganan di makam yang ada di desa krajan
indah, lalu yang terakhir di makam aulia’
mbah Ahmad Syarifuddin. Acara mangan untuk yang keagamaan dilaksanakan
pada malam hari sedangakan manganan yang untuk menandakan rasa syukur dan juga
untuk melestarikan budaya jawa biasanya dilaksanakan pada sore hingga larut
malam.
Adat budaya yang mereka lestarikan sampai
sekarang tak lain yakni seperti seri gamelan, sinder, dan juga langen tayup.
Jujur saya kurang begitu faham apa itu, tapi setidaknya saya tau kalau trasdisi
budaya seperti itu sudah ada dari zaman kakek nenek kita.
Mbah mudin sendiri mengakui bahwa tujuan dari
dilestarikannya adat-adat budaya seperti ini tak lain yakni agar anak cucu kita
tau bahwa adat budaya dari nenek moyang kita seperti ini harus tetap
dilestarikan.
“selain itu juga kita menjalankan peraturan pemerintah
tentang melestarikan adat istiadat yang terletak pada undang-undang nomor 06
tahun 2012,” tambah mbah mudin sambil membenarkan pecinya.
Makanan yang dibawa di setiap acara “manganan”
itu pun sama semua setiap warga masyarakat yang iku menghadiri, mereka membawa
sedikitnya 4 kotak nasi dan 4 bungkus snack setiap warga. Terkecuali bapak
kepala desa (kades).
Ternyata selain membawa 4 kotak nasi dan 4
bungkus snack, khusus bapak kepala desa, si bapak wajib membawa ketan tawar,
dan nasi uduk. Menurut mbah mudin makna dari ketan tawar di sini adalah supaya
warga masyarakat desa Tegalbang bebas dari bencana, tawar yang artinya tidak
manis, asam, asin. Nano-nano mungkin. Tawar juga diartikan menetralisir energi
negatif. Sedangkan, nasi uduk yang mempunyai arti penghormatan kepada Nabi Muhammad
SAW, yang sudah menjadi panutan bagi umat islam.
“walaupun sedikit setiap kepala desa wajib
membawanya, yang namanya kepala desan kan harus rela melakukan apa saja untuk
warganya, meskipun berupa sedikit sedekah tapi yang paling penting maknanya
itu”, tambahnya. (Lay)
Komentar
Posting Komentar